Jakarta, 9 Desember 2010 – Sebuah studi baru Bank Dunia mengenai energi berkelanjutan di Asia Timur menyebutkan bahwa lebih banyak menggunakan gas natural dapat membantu pemerintah Indonesia mencapai targetnya mengurangi emisi gas rumah kaca hingga 26 persen pada tahun 2020. Winds of Change: East Asia’s Sustainable Energy Future, sebuah studi yang didanai program bantuan luar negeri Pemerintah Australia, AusAID, juga menunjukkan bahwa pergeseran dari batu bara ke energi baru terbarukan dapat mempercepat laju Indonesia menuju pola penggunaan energi alam yang berkelanjutan. Penggunaan energi adalah sumber emisi terbesar kedua di Indonesia, dan juga salah satu yang berkembang paling pesat. Jika tidak ada perubahan, pada tahun 2030 Indonesia akan mendominasi emisi dari penggunaan energi.
“Untuk menuju kearah penggunaan energi terbarukan, Indonesia sangat beruntung karena memiliki cadangan energi panas bumi terbesar di dunia, dan juga cadangan gas alam terbesar di Asia Timur,”kata Spesialis Energi Senior Bank Dunia Xiaodong Wang, penulis studi ini. “Pemerintah Indonesia pun memiliki kemauan politik untuk memperkuat keamanan energi, meningkatkan produksi serta memberdayakan sumber-sumber energi baru terbarukan.” Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia Stefan Koeberle menambahkan, ”Pola penggunaan energi yang berkelanjutan di masa mendatang tidak hanya positif secara global, namun juga memiliki dampak pembangunan signifikan di tingkat lokal, terutama dari sisi perbaikan kualitas udara, penguatan keamanan energi, dan penciptaan lapangan kerja.”
“Rekomendasi studi ini untuk memperkuat persediaan energi Indonesia dengan energi-energi terbarukan sudah sejalan dengan ‘visi 25/25’ pemerintah Indonesia, dimana kita mengupayakan penggunaan energi baru terbarukan di Indonesia mencapai 25 persen pada tahun 2025,” kata Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi di Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia, Luluk Soemiarso. “Dibawah visi baru ini, Indonesia berupaya untuk menggunakan energi nasional lebih efisien melalui penguatan kebijakan konservasi energi dan mendiversifikasi sumber energi yang dimiliki.”
Sebagai penyandang dana studi energi di Asia Timur, AusAID memuji komitmen Indonesia dalam menanggapi perubahan iklim. “Prioritas utama dalam upaya kerja sama perubahan iklim Indonesia dan Australia adalah mencari cara-cara hemat biaya untuk menghadapi tantangan ini, serta menelusuri pilihan-pilihan yang dapat membantu Indonesia mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan,” kata Konseler Infrastruktur AusAID di Indonesia, Ben Power. “Menjajaki opsi pertumbuhan rendah karbon seperti meningkatkan penggunaan energi baru terbarukan menjadi sangat penting bagi pemerintah Indonesia untuk mewujudkan target pengurangan gas rumah kaca sebesar 26 persen. Dengan dukungan mitra pembaungan internasional seperti Australia, Pemerintah Indonesia juga memiliki target untuk melakukan reduksi emisi yang lebih besar lagi, yakni sebesar 41 persen.”
Studi ini juga menyatakan bahwa konservasi energi merupakan pilihan jangka pendek yang hemat biaya untuk menanggapi permasalahan krisis energi di Indonesia, juga untuk meningktakan keamanan energi, serta memitigasi perubahan iklim. Kebijakan-kebijakan yang mengakui keuntungan efisiensi penggunaan energi diantaranya Kebijakan Energi Nasional 2003-2020; Cetak biru Energi 2005-2025; dan UU Listrik No. 30/2009 yang baru saja disetujui. Menurut laporan ini, semua kebijakan tersebut masih perlu dilengkapi dengan panduan rinci dan rencana aksi yang jelas – seperti standar kinerja energi yang ketat dan skema insentif finansial – untuk memastikan suksesnya implementasi.
