Skip to Main Navigation
ARTIKEL 06 Oktober 2020

Menghentikan Gelombang Plastik di Indonesia: Kebijakan, Investasi, dan Riset

Image

Warga berdiri di tengah sampah plastik di Pantai Kuta di pulau Bali.

Kredit: vadimmva /Shutterstock


Dengan jumlah plastik di laut yang terus meningkat, Indonesia terus bergelut dengan perjuangannya melawan pencemaran laut. Jakarta—ibu kota negara yang dengan sembilan juta penduduk—baru-baru ini pada tanggal 1 Juli 2020 meresmikan, pelarangan penggunaan kantong plastik sekali pakai di pasar tradisional, supermarket modern, dan minimarket.

Dengan adanya COVID-19, semakin mempersulit Indonesia dengan meningkatnya konsumsi plastik dimasa pandemi, dan kota-kota berjuang untuk mengatasi lonjakan belanja online, pengiriman makanan, dan limbah medis yang tampaknya mengalirkan terus menerus plastik sekali pakai ke saluran air perkotaan. Di Jakarta, di mana tempat pembuangan sampah hampir mencapai kapasitasnya, larangan baru ini merupakan salah satu langkah penting dalam berbagai strategi yang perlu diadopsi oleh pemerintah, sektor swasta, dan konsumen untuk melawan polusi plastik.

Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, kekayaan sumber daya laut Indonesia menjadi jati diri dan tulang punggung ekonomi. Dengan 70% populasi tinggal di daerah pesisir, ekonomi laut menghasilkan seperempat dari PDB negara. . Polusi pada skala ini mengancam industri perikanan dan pariwisata yang bisa menghancurkan (mempertaruhkan pendapatan pariwisata tahunan lebih dari US $3 miliar) dan merusak keanekaragaman hayati laut negara yang kaya dengan habitat bakau, lamun, dan terumbu karang yang luas.

Untuk mendukung Indoneia transisi menuju Ekonomi Biru, penggunaan sumber daya laut secara berkelanjutan untuk pertumbuhan ekonomi dan mata pencaharian, sekaligus menjaga kesehatan ekosistem lautnya—Bank Dunia membantu pemerintah Indonesia mengurangi polusi plastik laut dan melindungi sumber daya alam negara yang berharga.

“Melalui Rencana Aksi Nasional, Indonesia berkomitmen untuk mengurangi sampah laut hingga 70% pada tahun 2025,” kata Nani Hendiarti, Wakil Menteri Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi. “Hal ini mempertemukan berbagai lembaga pemerintah dan kolaborasi pemangku kepentingan—dengan target yang dapat diukur untuk meningkatkan dan menyesuaikan pengelolaan limbah melalui investasi dan kebijakan di seluruh wilayah tangkapan air, wilayah pesisir, dan lautan.”

Di bawah payung Indonesia Sustainable Oceans Program (ISOP), . The Oceans, Marine Debris and Coastal Multi-Donor Trust Fund (MDTF), yang didanai oleh pemerintah Norwegia dan Denmark, adalah komponen kunci dari pekerjaan ISOP dan salah satu contoh bagaimana Bank Dunia mendukung agenda sampah laut Indonesia. Kegiatan khusus meliputi:

Image

Bank Dunia bersama Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi menyelenggarakan lokakarya yang dihadiri Perwakilan dari pemerintah, mitra pembangunan, LSM, dan Bank Dunia. Kredit: Bank Dunia

Dukungan Kebijakan: ISOP secara aktif terlibat dalam National Partnership for Action on Plastics (NPAP)—yang menyatukan para pemangku kepentingan yang berkomitmen untuk mengurangi sampah laut—dan mendukung penyusunan NPAP Multistakeholder Action Plan yang diluncurkan pada Februari 2020. Bank Dunia sebagai mitra bersama dari Satuan Tugas Kebijakan bersama dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, menyediakan analisis dan memfasilitasi konsultasi multi-pemangku kepentingan tingkat tinggi untuk mengidentifikasi kebijakan plastik yang hemat biaya—sehingga mendukung tindakan yang ada seperti larangan kantong plastik dan pajak plastik.

“Bank Dunia membantu pemerintah membangun konsensus pemangku kepentingan untuk serangkaian kebijakan tegas mengurangi produksi plastik, meningkatkan program daur ulang, mengganti plastik dengan bahan alternatif, dan meningkatkan pengelolaan limbah,” jelas Ann Jeannette Glauber, Practice Manager untuk Environment, Natural Resources and Blue Economy di Bank Dunia. “Merancang kebijakan adalah satu hal, tetapi membangun kepercayaan dan komitmen antara semua orang, mulai dari pemerintah, bisnis, hingga masyarakat lokal, akan sangat penting dalam keberhasilan Indonesia dalam mengurangi pencemaran laut.”

Penelitian dan Data: Kurangnya data yang dapat diandalkan dan bukti nyata tentang sumber dan efek sampah laut menghambat efektivitas pengelolaan pesisir dan pengambilan keputusan yang tepat. Program ISOP meningkatkan analisis tentang dampak plastik laut untuk meningkatkan pemahaman tentang cara terbaik menangani masalah tersebut. Studi meliputi penilaian titik sampah laut, penilaian dasar plastik yang memasuki laut, dan pelacakan serta pemodelan pergerakan sampah laut untuk membantu menentukan jenis utama polusi plastik dan menginformasikan program penggunaan kembali atau daur ulang. Selain itu, ISOP akan segera meluncurkan studi untuk mengukur dan mengatasi masalah “jaring hantu” dan alat tangkap yang hilang di laut.


"Bank Dunia membantu pemerintah membangun konsensus pemangku kepentingan untuk serangkaian kebijakan tegas mengurangi produksi plastik, meningkatkan program daur ulang, mengganti plastik dengan bahan alternatif, dan meningkatkan pengelolaan limbah."
Ann Jeannette Glauber
Practice Manager for Environment, Natural Resources and the Blue Economy, The World Bank

Image

Seorang pria mendayung melalui sungai Citarum di Jawa Barat, Indonesia. 

Credit: Bastian AS/Shutterstock.


Pengelolaan Limbah Padat: Berawal dari salah satu konteks perkotaan yang paling mendesak di negara ini — Daerah Aliran Sungai Citarum yang sangat tercemar di Jawa Barat — Bank dan pemerintah Indonesia melakukan investasi total sebesar US $326 juta untuk mengurangi separuh jumlah sampah harian yang mengalir ke laut pada tahun 2025.

Edukasi dan Penjangkauan: ISOP baru-baru ini melakukan studi perubahan perilaku dan membuat Buku Pedoman Komunikasi untuk menjangkau lebih efektif dalam meningkatkan kesadaran masyarakat dan meyakinkan konsumen untuk mengubah cara mereka menggunakan dan membuang produk plastik. Pada 2019, ISOP mempertemukan para influencer yang paling berpengaruh di media sosial Indonesia dalam acara Impactfluencer Forum untuk menyebarkan pesan penting pencemaran laut—yang secara efektif menjangkau jutaan pengguna media sosial di seluruh negeri. Dengan kebijakan dan larangan plastik yang mulai berlaku, publik dihaapkan bisa memahami alasan di balik peraturan penting ini demi membawa perubahan yang berkelanjutan.

 

Image

Government and World Bank representatives pictured with Indonesia’s leading social media influencers, celebrities and environmental activists at the 2019 Impactfluencer Forum. Credit: World Bank

Bekerja di tengah masyarakat: Selain memperkuat kebijakan dan berfokus pada masyarakat perkotaan, Program Oceans for Prosperity dari ISOP kedepannya akan fokus membantu ribuan komunitas nelayan di Indonesia untuk mengatasi dampak langsung dari polusi plastik terhadap mata pencaharian mereka sehari-hari. Plastik sangat memengaruhi jumlah populasi ikan dan kualitas ikan yang ditangkap, menurunkan produktivitas sektor tersebut dan mengancam industri senilai US $26,9 miliar dolar (2,6% dari PDB) di Indonesia sebagai produsen perikanan terbesar kedua di dunia, dan mempertaruhkan lebih dari tujuh juta pekerjaan. Oceans for Prosperity akan mendanai penarikan jaring ikan siluman, teknologi pembersihan yang hemat biaya, dan meningkatkan pengelolaan limbah di pelabuhan perikanan.

Dengan mengambil pendekatan terpadu untuk manajemen proyek, menangani plastik laut dari berbagai sudut, dan berbagi pengetahuan, data, dan sumber daya, program ISOP Bank Dunia mendukung kemajuan pemerintah yang terus menerus agar membebaskan aliran air dan wilayah pesisir dari polusi sehingga Indonesia dapat mengatasi permasalahan plastik laut.


Api
Api