Skip to Main Navigation
ARTIKEL 01 Juni 2020

Respons Berbasis Masyarakat terhadap COVID-19: Ketahanan Indonesia

Image

PESAN UTAMA

  • Program berbasis masyarakat Bank Dunia memiliki rekam jejak yang kuat dalam pengiriman dana secara cepat dan fleksibel saat krisis seperti Tsunami 2004. Pendekatan yang sama bisa diterapkan untuk krisis pandemi #COVID19.
  • Adanya pandemi COVID-19 memberikan tantangan bagi 25 juta orang miskin di Indonesia. Bank Dunia memberi dukungan secara cepat untuk memenuhi kebutuhan mereka yang rentan melalui pendekatan berbasis masyarakat.

Pandemi COVID-19 adalah krisis sosial dan ekonomi global terbesar dalam beberapa generasi terakhir. Selama krisis , pemimpin masyarakat dan pemerintah daerah menghadapi tuntutan yang sangat besar. Di saat seperti ini, mereka membutuhkan sistem yang sudah teruji dalam hal dukungan darurat dan bantuan cepat. Program pembangunan berbasis masyarakat (Community-driven Development Programs atau CDD), yang menempatkan warga sebagai pusat perancangan terhadap solusi mereka sendiri, memberikan cara cepat dan fleksibel dalam penyediaan dana dan layanan dasar kepada masyarakat paling miskin dan rentan.

Sejumlah organisasi, termasuk Centers for Disease Control and Prevention (CDC) dan World Health Organization, mengakui peran penting masyarakat dalam merespons pandemi. Pelajaran dari pandemi sebelumnya, termasuk wabah Ebola 2014-2016, menyoroti pentingnya respons sosial terhadap manajemen dan pemulihan krisis untuk melengkapi upaya medis. Dalam kasus COVID-19, kemitraan di antara masyarakat, sistem pelayanan kesehatan, pemerintah daerah, dan sektor swasta berperan penting dalam memperlambat penyebaran, memitigasi dampak, dan mendukung pemulihan warga setempat. Kemitraan ini mendukung perubahan komunikasi dan perilaku untuk pencegahan, menyediakan respons darurat yang cepat dalam jangka pendek, dan mengurangi dampak ekonomi serta membangun ketahanan di masa depan.  

Pelaksanaan program CDD Bank Dunia saat ini menyediakan platform yang siap mendukung aksi cepat dalam membantu masyarakat paling miskin dan rentan, seiring dengan pemulihan dan ketahanan jangka panjang. Program ini memiliki rekam jejak yang kuat dalam mengirimkan dana dengan cepat dan fleksibel sebagai respons terhadap bencana dan konflik, seperti yang terjadi di Indonesia setelah Tsunami 2004, Filipina setelah Topan Yolanda 2013, dan Afghanistan pasca-2002. Di banyak negara, program CDD merupakan satu-satunya jaring pengaman yang bisa menjangkau kelompok-kelompok terpencil dan rentan secara cepat dan kredibel.


"Untuk merespons berbagai tantangan mendesak akibat pandemi COVID-19, pemerintah Indonesia menggunakan program operasional yang telah teruji secara cepat mengatasi kebutuhan yang paling krusial. "

Image

Indonesia dan COVID-19

Indonesia merupakan kekuatan ekonomi terbesar di Asia Tenggara dan memiliki sejarah selama 21 tahun menggunakan pendekatan CDD, seperti Proyek Pengembangan Kecamatan (KDP) dan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM). Pada tahun 2014, sistem CDD dilembagakan dalam pemerintahan di bawah Undang-undang Desa, memberikan kewenangan transfer dana ke desa-desa dengan tujuan mengurangi kemiskinan dan meningkatkan taraf hidup melalui pembangunan dan pemberdayaan berbasis masyarakat. Dampaknya, desa berhasil meningkatkan anggaran, otonomi, dan wewenang untuk membiayai pembangunan infrastruktur lokal, memberikan layanan dasar, dan melaksanakan proyek-proyek untuk kesejahteraan masyarakat.

Sebagai negara kepulauan yang beraneka ragam, dengan lebih dari 300 kelompok etnis, Indonesia telah mencapai banyak kemajuan dalam pengurangan kemiskinan. Indonesia berhasil menurunkan tingkat kemiskinan lebih dari setengahnya sejak 1999, menjadi 9,4% pada 2019.

Meskipun telah membuat kemajuan, masih terdapat tantangan yang signifikan dalam mencapai tujuan pembangunan Indonesia. Dari sekitar 267 juta penduduk, kira-kira 25,1 juta di antaranya masih hidup di bawah garis kemiskinan. Berdasarkan data Maret 2019, sekitar seperlima dari seluruh penduduk masih rentan jatuh miskin.

Saat Indonesia masih menghadapi tantangan-tantangan tersebut, pandemi COVID-19 memunculkan beberapa tantangan baru. Pertama, pengangguran di daerah perkotaan meningkat sehingga terjadi perpindahan massa ke daerah perdesaan yang bertepatan dengan liburan Idul Fitri. Hal ini dapat menyebabkan penyebaran virus dan dampak ganda bagi ekonomi perdesaan. Daerah perdesaan juga mengalami berkurangnya pengiriman uang dari perkotaan akibat migrasi tersebut. Semua hal tersebut mengakibatkan hilangnya layanan dasar yang mengarah pada memburuknya kesehatan, pendidikan, kematian ibu, dan stunting.

Untuk merespons berbagai tantangan mendesak akibat pandemi COVID-19, pemerintah Indonesia menggunakan program operasional yang telah teruji secara cepat mengatasi kebutuhan yang paling krusial. Bekerja sama dengan pemerintah, Bank Dunia mendukung proyek Penguatan Kelembagaan untuk Peningkatan Layanan Desa yang telah diadaptasi untuk memitigasi dampak sosial-ekonomi dari pandemi COVID-19 dan membantu meminimalkan penyebaran virus.

Tim pembangunan sosial Bank Dunia mendukung pemerintah untuk meningkatkan implementasi Undang-undang Desa. Dukungan ini akan membantu meningkatkan efektivitas pengeluaran anggaran hampir $ 8 miliar melalui transfer fiskal ke desa-desa, yang dilaksanakan di 74.954 desa dan menjangkau hampir 176 juta penduduk Indonesia. Penggunaan sistem untuk merespons pandemi COVID-19 ini, merupakan prioritas utama dalam kemitraan dengan pemerintah.

Saat ini, desa-desa sedang beradaptasi untuk memenuhi tuntutan sosial akibat COVID-19. Respons tersebut bertujuan untuk menggunakan dana desa sebagai dukungan pendapatan, informasi kesehatan, bantuan penargetan masyarakat untuk mengidentifikasi “orang miskin baru” dan rentan, serta pemantauan daerah terpencil. Program baru mengenai transfer dana tunai tanpa syarat ini menggunakan mekanisme penargetan berbasis masyarakat. Program ini akan menjangkau sekitar 12 juta rumah tangga, yang mana jika tidak menggunakan program tersebut, tidak akan tercapai.

Selain dana, desa-desa di garis depan perlu dilengkapi dengan informasi dan sistem untuk meningkatkan respons berbasis masyarakat. Dengan informasi palsu yang menjadi hambatan nyata, desa akan kewalahan jika tidak tersedia sistem pemantauan yang efektif. Pemerintah juga menghadapi kesulitan dalam menyebarkan informasi tentang COVID-19 karena panduan dan program yang berubah dengan cepat. Untuk merespons beberapa tantangan ini, digunakan piranti digital baru, yaitu aplikasi Villages Against COVID-19 untuk mendukung desa-desa di garis depan. Aplikasi ini berfungsi sebagai alat pengumpulan data dan pelacakan di desa-desa untuk memantau data kesehatan, kehilangan pekerjaan, kemiskinan, dan bantuan sosial berbasis mingguan dan bulanan. Aplikasi ini juga akan membantu menunjukkan tren, mengidentifikasi secara tepat terhadap wabah, dan membantu menginformasikan respons masyarakat.

Untuk mengatasi tantangan seputar pengangguran, program ini juga mendukung skema cash for work yang dikembangkan seiring dengan investasi infrastruktur, seperti jalan lokal, air bersih, dan bangunan. Dana desa juga akan terus mendukung investasi lokal dan pemberian layanan, seperti sanitasi ruang publik, mendukung ruang isolasi lokal dan distribusi masker, serta memastikan keberlanjutan layanan kesehatan dan pendidikan di lapangan.

Untuk mengatasi tantangan perkotaan terkait dampak COVID-19, Program National Slum Upgrading (NSUP), yang menargetkan 6.000 permukiman kumuh melalui hibah infrastruktur primer dan infrastruktur masyarakat, juga telah disesuaikan. Proyek ini dibangun berdasarkan pengalaman CDD lebih dari dua dekade di daerah perkotaan melalui Proyek Kemiskinan Perkotaan dan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat di Wilayah Perkotaan (PNPM - Perkotaan), termasuk jaringan sekitar 11.000 lembaga masyarakat di lapangan. Hingga saat ini, proyek ini menerapkan "pekerjaan padat karya," menciptakan 1,2 juta hari kerja dan membantu lebih dari 1 juta penduduk di 400 wilayah masyarakat termiskin. Sumber daya proyek yang tersisa sedang dialokasikan kembali sebagai respons terhadap COVID-19, yang akan membantu menghasilkan tambahan 2 juta hari kerja, memperluas layanan air bersih, sanitasi, kebersihan, dan menciptakan aset infrastruktur produktif.

Dalam NSUP, pengambilan keputusan akan dilakukan di tingkat masyarakat dan pendekatan baru berbasis teknologi informasi dan komunikasi (TIK) akan memperkuat sistem pemantauan jarak jauh untuk melacak efektivitas program cash for works; dan mengkaji dampak sosial dan ekonomi COVID19 di daerah perkotaan. Program ini dapat membantu menginformasikan keputusan tentang pelokalan wabah dan memberikan respons dengan cepat.

Ini adalah beberapa cara Bank Dunia mengadaptasi program pembangunan berbasis masyarakat untuk membantu Indonesia merespons COVID-19. Cara-cara ini tidak hanya berperan penting dalam tahap awal respons, tetapi juga meletakkan dasar untuk masa depan yang lebih kuat dan tangguh.



Api
Api