Bojonegoro, Indonesia, 27 April 2016 – Bojonegoro dengan penduduk 1,2 orang sejak lama telah menjadi salah satu kabupaten termiskin di Jawa Timur. Tetapi sejak penemuan minyak yang besar pada tahun 2001 – penemuan minyak terbesar dalam 30 tahun dan mungkin cadangan minyak nasional terbesar – pelan-pelan terjadi perubahan di Bojonegoro. Pada akhir tahun 2016, ada kemungkinan 20% produksi minyak Indonesia akan berasal dari kabupaten ini.
“Setelah pendapatan Bojonegoro mulai meningkat dalam beberapa tahun terakhir, saya mulai khawatir uang tersebut tidak bisa memberi manfaat bagi masyarakat kami,” kata Suyoto, Bupati Bojonegoro yang akrab dipanggil dengan sebutan Kang Yoto. “Jadi saya berusaha mencari cara untuk memastikan agar belanja kami tepat sasaran. Inilah bagaimana saya mengenal Bank Dunia.”
Untuk menggunakan pendapatan mereka dengan lebih baik, pada November 2014 Pemerintah Daerah Bojonegoro mulai bekerjasama dengan Bank Dunia serta beberapa mitra pembangunan lain seperti pemerintah Kanada, Uni Eropa dan Swiss mencoba menerapkan pendekatan baru untuk meningkatkan layanan umum yang bernama RAAP-ID, atau Rapid Assessment and Action Plan to Improve Service Delivery. Pendekatan ini berhasil dipakai di beberapa negara Amerika Latin seperti Kolombia dan Meksiko.
“Uang hanya sebagian dari solusi. Kita juga harus menganalisa bagaimana membelanjakannya,” kata I Nyoman Sudjana, Kepala Bappeda Bojonegoro dalam workshop untuk mengevaluasi penerapan RAAP-ID di kabupaten tersebut.
Dimulai dengan penilaian kondisi di kabupaten, RAAP-ID kemudian menganalisa indikator pembangunan untuk memastikan bidang-bidang yang perlu diperbaiki. Di Bojonegoro, proses penilaian mengidentifikasi tiga layanan umum yang menjadi tantangan utama: perlunya meningkatkan angka partisipasi sekolah menengah atas, tingginya angka kematian ibu, serta proses izin usaha yang rumit. Karena hampir semua anak Bojoneogoro mendapat akses pendidikan sekolah dasar dan sekolah menengah pertama, mereka inging memberi fokus pada angka partisipasi sekolah menengah atas yang saat ini berada di angka 70,4%. Angka kematian ibu di kabupaten pernah berada di bawah sasaran MDG, yaitu 102 kematian tiap 100.000 kelahiran, tetapi kembali naik pada tahun 2015.
Para pejabat dari pemerintah kabupaten Bojonegoro kemudian bekerjasama dengan berbagai ahli, termasuk dari Bank Dunia, untuk mengidentifikasi bagaimana membelanjakan uang untuk tiga bidang prioritas tersebut.