SIARAN PERS

Bank Dunia-ASEAN Luncurkan Laporan Pembangunan Dunia tentang Konflik, Keamanan, dan Pembangunan

04 Mei 2011




JAKARTA, 4 Mei 2011 – Sebuah laporan baru Bank Dunia yang dibuat melalui proses konsultasi dengan ASEAN Secretariat menunjukkan bahwa konflik dan kondisi tidak aman berpengaruh terhadap pembangunan bagi jutaan orang di dunia. Selain itu, adanya institusi yang cakap dan akuntabel, yang bisa memberikan keamanan, keadilan dan pekerjaan sangat penting untuk mencegah kekerasan. Saat ini ada sekitar 1,5 milyar penduduk berbagai negara yang terkena dampak kekerasan politik dan kriminal. Tidak ada negara rentan berpenghasilan rendah atau yang dilanda konflik telah berhasil mencapai satupun Tujuan Pembangunan Milenium. Anak-anak yang tinggal di negara rentan memiliki kemungkinan dua kali lipat kekurangan gizi, dan tiga kali lipat putus sekolah. Dampak kekerasan di satu wilayah dapat menyebar ke negara-negara tetangga serta mengganggu pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di seluruh kawasan.

Laporan Pembangunan Dunia 2011: Konflik, Keamanan, dan Pembangunan menunjukkan bagaimana kekerasan yang teroganisir di abad ke-21 diprovokasi oleh serangkaian tekanan domestik dan internasional, termasuk pengangguran di kalangan remaja; gangguan terhadap pemasukan; ketegangan antar etnis, agama, dan kelompok sosial; juga kejahatan teroganisir dan jaringan perdagangan manusia. Dari survei masyarakat yang dibuat untuk laporan ini, pengangguran disebut sebagai faktor terpenting timbulnya kelompok gang dan pemberontakan. Tekanan-tekanan seperti ini, ketika digabung dengan institusi nasional yang lemah dalam hal kapasitas maupun legitimasi, juga dapat meningkatkan risiko kekerasan.

“Lebih dari 90 persen perang sipil dalam dekade terakhir terjadi di negara-negara yang telah mengalami perang sipil 30 tahun sebelumnya. Institusi yang cakap dan memiliki legitimasi diperlukan untuk mengurangi tekanan yang dapat menimbulkan kekerasan yang berulang-ulang,” kata Sarah Cliffe, Co-Director Bank Dunia dan Perwakilan Khusus untuk Laporan Pembangunan Dunia. “Pimpinan nasional dan global memerlukan cara yang lebih baik untuk menanggapi kebutuhan akan keamanan, pekerjaan, dan keadilan di negara-negara dalam kondisi rentan. Beberapa contoh yang telah membuahkan hasil di masa lalu bisa ditemukan di Asia Timur: kombinasi kepemimpinan lokal dan nasional, bantuan regional dan dukungan global untuk membantu memulihkan stabilitas Timor Leste saat terjadi kekerasan tahun 2006. Kombinasi tersebut juga penting bagi Aceh setelah kesepakatan perdamaian, juga di Myanmar setelah badai Nargis.”

Pada ketiga contoh di atas, ASEAN – Association of South East Asian Nations – membantu mempertemukan pimpinan lokal dan bantuan luar negeri. Di Myanmar, keterlibatan ASEAN membantu adanya bantuan internasional bagi wilayah yang dilanda bencana yang mengakibatkan lebih dari 130.000 laki-laki, perempuan dan anak-anak meninggal dunia. Di Aceh, ASEAN membantu menghadirkan bantuan teknis dari Uni Eropa untuk membantu masyarakat membangun kembali kehidupan mereka. Keterlibatan ASEAN dalam kejadian-kejadian tersebut juga memastikan sumberdaya terbaik di wilayah tersebut bisa dikerahkan. Dalam kasus Timor Leste, misi pasukan perdamaian terbentuk sebagai hasil latihan gabungan selama bertahun-tahun antara angkatan bersenjata negara anggota ASEAN, yaitu Thailand dan Filipina dengan Korea, juga kerjasama panjang dengan Australia dan Selandia Baru. Pada situasi pasca bencana di Myanmar, ASEAN mampu memanfaatkan pengalaman sumberdaya manusia dari Indonesia, Singapura, dan Thailand.

“Pengalaman ASEAN dan Laporan Pembangunan Dunia 2011 menunjukkan bahwa aliansi antara kelompok-kelompok nasional, regional dan global bisa ikut membangun institusi yang kuat yang sangat penting dalam memberi keamanan, keadilan, dan pekerjaan bagi masyarakat,” kata Sekjen ASEAN, Dr. Surin Pitsuwan. “Apabila kita ingin meyakinkan anak muda saat ini bahwa masa depan akan lebih baik, juga bahwa ketegangan dan konflik bisa dihindari, maka kita perlu ikut membangun institusi-institusi yang akan mendidik mereka, membantu mereka memperoleh pekerjaan yang produktif dan stabil, melindungi mereka, dan memberi layanan publik yang secara otomatis diterima rekan sebaya mereka di negara-negara maju yang lebih aman.

Namun, membangun institusi memerlukan waktu. Menurut penelitian baru yang dibuat untuk laporan ini, umumnya diperlukan 15 hingga 30 tahun untuk mengubah institusi nasional yang lemah dan tidak memiliki legitimasi agar mampu membendung kekerasan dan ketidakstabilan. Keberhasilan tahap awal sebuah reformasi umumnya memberi fokus untuk menciptakan rasa percaya antara masyarakat dengan negara, serta ikut mengubah institusi-institusi nasional yang memberikan keamanan, keadilan, dan pekerjaan. Kalau satu elemen tidak ada, transisi telah gagal.

To download the World Development Report 2011 on Conflict, Security and Development please visit:
https://wdr2011.worldbank.org/home

Kontak Media
Dalam Jakarta
Randy Salim
Telepon: (62 21) 5299-3259
rsalim1@worldbank.org
Dalam Jakarta
Durudee Sirichanya
Telepon: (62 21) 726-2991, 724-3504
durudee.sirichanya@asean.org



Api
Api

Welcome