ARTIKEL

PNPM DTK: Bersama Mengatasi Daerah Tertinggal di Indonesia

21 Juli 2010


PESAN UTAMA
  • Banyak tantangan yang dihadapi oleh kolaborasi antara pemerintah lokal masyarakat dalam mengembangkan daerah tertinggal
  • PNPM Daerah Tertinggal Khusus (DTK) berhasil meningkatkan pembangunan kapasitas masyarakat dan pemerintah lokal, serta mendukung suasana damai, terutama di area konflik


Jakarta, 21 Juli, 2010 - Menurut  data Kementrian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal tahun 2009, 183 kabupaten di Indonesia masih menyandang status tertinggal. Angka ini mengalami penurunan dari tahun sebelumnya, 199 kabupaten. Guna meningkatkan pemerataan pembangunan di Indonesia, terutama di tingkat kabupaten maka pada tahun 2005 Pemerintah Indonesia meluncurkan program PNPM Mandiri Daerah Tertinggal dan Khusus (PNPM Mandiri DTK). Program nasional ini bertujuan untuk mempercepat pemulihan dan pertumbuhan sosial ekonomi daerah tertinggal dan khusus dengan mengembangkan kapasitas pemda, masyarakat dan sektor swasta dalam melaksanakan pembangunan di daerahnya. Eratnya keterkaitan antara pihak pemda, masyarakat dan sektor swasta dalam pengimplementasian program serta cakupan wilayahnya menjadi ciri unik dari PNPM Mandiri DTK. Seperti yang dilontarkan oleh Fasilitator Sumba Barat, NTT, Ir Didik Wahyudi di Acara Radio Talk Show KBR68H di Kedai Tempo pada tanggal 21 Juli 2010, “Sinergisitas program bisa bersinergi dengan kepentingan pembangunan di daerah karena pada program ini kita mengenal kegiatan yang didanai harus antar desa atau antar kecamatan. Ini yang tidak ada didalam program yang lain. Jadi sekopnya biaya kecil tapi bisa menghasilkan manfaat yang besar itu yang kita harapkan.”

Dalam pelaksanaannya, program ini memiliki empat kegiatan utama,yaitu  infrastruktur, pendidikan, kesehatan dan pengembangan sektor swasta. Selain itu, PNPM Mandiri DTK juga memberikan perhatian terhadap peningkatan peran perempuan dan pemuda untuk mendukung iklim perdamaian, terutama di wilayah konflik. Melihat keunikan  PNPM Mandiri DTK – baik dari sisi pihak yang terlibat, mekanisme pelaksanaan serta jenis kegiatannya, sudah tentu program ini memiliki tantangan tersendiri dalam pengimplementasiannya. Banyaknya pihak yang terlibat sudah pasti mengakibatkan panjangnya tahapan pelaksanaan serta proses birokrasi yang harus dilakukan, sehingga berujung pada keterlambatan pengimplementasian program. Hal ini diamini oleh Ediyan, SE, MP, Kepala Bidang Perencanaan Sosial Bappeda, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. Menurut beliau, panjangnya mekanisme menimbulkan respon majemuk dari masyarakat. Sedangkan dari sisi birokrasi juga mengalami kendala akibat kuatnya kultur dominasi dari sisi pemerintah daerah dalam proses kegiatan yang harus diminimalisasikan agar dapat meningkatkan partisipatif masyarakat.

Selain durasi pelaksanaan yang cukup memakan waktu, program ini juga harus menghadapi permasalahan akan kondisi masyarakat di wilayah tertinggal itu sendiri. Menurut Didik, tantangan lainnya dalam menjalankan program ini adalah sumber daya manusia yang sulit sekali diajak untuk lebih maju dan memiliki adat istiadat yang sangat kental. Hambatan yang sama juga dinyatakan oleh Yusri Ina Kii, Penerima Manfaat dari Sumba Barat, “Saya merasakan sedikit adanya gap, yaitu kendala utamanya karena adanya budaya lokal di tempat kami di kabupaten Sumba barat dimana kaum perempuan kurang diberi ruang . Hal itu dilandasi oleh budaya lokal yang senantiasa menomor duakan kaum perempuan sehingga dengan keadaan seperti itu perempuan kurang proaktif atau berpartisipasi secara maksimal dalam kegiatan program tersebut.”

Mengingat besarnya tantangan yang harus dihadapi, selama lima tahun pelaksanaannya, program ini cukup mampu membawa dampak positif terhadap kehidupan masyarakat – baik di daerah tertinggal ataupun wilayah konflik. Seperti yang dituturkan oleh Penerima Manfaat dari Sumba Barat, Federik Bole, “Pertikaian antara suku di daerah saya itu sudah berkurang karena diakomodir oleh usulan pemuda ini, disini juga sering bentrok antara pemuda ini. Tetapi dengan adanya program ini, kami buat satu program dimana pemuda-pemuda di daerah saya itu jadi terlihat dengan jelas. Kalau di program PNPM Mandiri DTK ini lebih transparan istilahnya apa yang diinginkan oleh masyarakat itu betul-betul  lebih diutamakan”. Dampak positif lainnya adalah peningkatan kapasitas di kalangan masyarakat dan pemda setempat. Ediyan berpendapat bahwa melalui peningkatan kapasitas yang dilakukan terhadap masyarakat maupun aparatur pemda dapat membantu mereka mengerti mengenai perencanaan pembangunan partisipatif, sehingga seluruh pihak yang terlibat dapat lebih memahami proses pembangunan di daerahnya.

Berbagai dampak positif bagi masyarakat yang mampu dihadirkan oleh program ini, membuat para pihak yang terlibat berharap keberlanjutan program ini dapat terus dilaksanakan. Didik mengungkapkan bahwa saat ini masyarakat sudah mulai menunjukkan sikap responsif terhadap pelaksanaan kegiatan, sehingga beliau berharap PNPM Mandiri DTK ini dapat dilaksanakan 10 bahkan sampai 50 tahun lagi. Menanggapi harapan ini, Hanibal menyatakan, “ Keberlanjutan atas pembiayaan program akan kembali diberikan pada fase berikutnya dengan desain penyempurnaan ke depan. Hal ini sesuai dengan target KPDT, yaitu pada tahun 2014 diharapkan 50 kabupaten sudah keluar dari ketertinggalan.”


Api
Api

Welcome