Skip to Main Navigation
publication18 Januari 2024

Peran Kebijakan Perdagangan dalam Transformasi Hijau di Indonesia

Video: How Trade Reforms Can Speed Up Indonesia’s Green Transformation

Temuan Utama

The World Bank
Upaya untuk adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim akan memengaruhi aliran perdagangan global dan kemampuan Indonesia untuk beralih ke ekonomi yang berkelanjutan yang ramah lingkungan dalam perjalanannya menjadi ekonomi berpendapatan tinggi. Hal ini saling berkaitan dengan kebijakan perdagangannya. Tantangan krusialnya adalah perubahan iklim dan kebijakan perdagangan dengan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, namun kedua tujuan tersebut dapat tercapai.

Selain berkontribusi terhadap emisi, aliran perdagangan juga merupakan bagian dari solusi, melalui perdagangan produk ramah lingkungan (PRL) dan pengganti plastik yang berdampak ekonomi signifikan. Laporan ini memberikan analisis rinci mengenai peran perdagangan dan kebijakan perdagangan dalam transisi hijau Indonesia.

  • Temuan 1: Daya saing hijau Indonesia mengalami penurunan dalam beberapa tahun terakhir, namun Indonesia memiliki potensi yang belum dimanfaatkan dalam ekspor PRL dan pengganti plastik. Sektor swasta, khususnya perusahaan yang terlibat dalam rantai nilai global, akan menjadi kunci untuk mewujudkan potensi Indonesia dalam perdagangan hijau. 
  • Temuan 2: Meskipun Indonesia berkomitmen untuk menurunkan tarif pada beberapa PRL dan mengambil langkah-langkah untuk memastikan ekspor minyak kelapa sawit dan kayu yang lebih berkelanjutan secara lingkungan, Indonesia tidak ikut serta dalam sebagian besar inisiatif multilateral, dan ketentuan lingkungan dalam perjanjian perdagangan umumnya lemah dalam penerapannya. 
  • Temuan 3: Rata-rata tarif rendah, tetapi tarif MFN (Most Favored Nation) Indonesia pada impor PRL tetap tinggi. Pengurangan tarif dan liberalisasi regional terhadap tarif perdagangan PRL di antara negara-negara APEC dan dalam kerangka WTO EGA akan menciptakan efek "penciptaan perdagangan", meningkatkan perdagangan PRL Indonesia, dan memfasilitasi masuknya perusahaan ke pasar PRL. 
  • Temuan 4: Estimasi menunjukkan bahwa beberapa NTM (Non-Tariff Measure) mengenakan biaya yang cukup signifikan‒setara dengan tarif hingga 30 persen untuk beberapa PRL dan pengganti plastik, serta beberapa diantaranya berdampak negatif pada perusahaan. Selain itu, Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang bertujuan untuk menciptakan kapasitas manufaktur dalam negeri juga dapat menjadi penghambat pertumbuhan. 
  • Temuan 5: TKDN dan sembilan dari hampir 90 NTM – termasuk tarif ekuivalen, biaya relatif terhadap negara-negara ASEAN, insiden keseluruhan, dan hasil survei perusahaan yang berdagang PRL – menunjukkan peninjauan dari kebijakan perdagangan dan kemungkinan perbaikan kebijakan. 


Rekomendasi yang diberikan dari temuan-termuan tersebut adalah sebagai berikut: 

  1. Mengurangi tarif terhadap impor PRL dan pengganti plastik, termasuk melalui partisipasi multilateral. 
  2. Penyederhanaan NTM pada PRL dan pengganti plastik serta melakukan tinjauan sistematis dan berkala terhadap regulasi perdagangan. 
  3. Harmonisasi standar produk di pasar serta koordinasi kebijakan yang berkaitan dengan iklim yang akan memengaruhi perdagangan untuk lebih mendukung sektor swasta. 
  4. Melakukan tinjauan rutin terhadap persyaratan TKDN untuk energi terbarukan. 
  5. Menyertakan ketentuan lingkungan yang dapat ditegakkan dalam perjanjian perdagangan dan berpartisipasi dalam inisiatif kebijakan perdagangan plurilateral dan multilateral untuk PRL. 
  6. Memperkuat komplementaritas antara kebijakan perdagangan dan kebijakan iklim. 

Watch the report launch event