Skip to Main Navigation
ARTIKEL08 Februari 2024

Bagaimana Indonesia Memastikan Inklusivitas Siswa dengan Disabilitas di Sekolah Pedesaan

Ringkasan

  • Di Indonesia, satu dari tiga anak dengan disabilitas tidak memiliki akses ke pendidikan. Jika mereka bersekolah, mereka tidak mendapatkan akomodasi yang dibutuhkan.
  • Program uji coba yang melakukan asesmen kebutuhan siswa dengan disabilitas di lima kabupaten di Indonesia menunjukkan hasil belajar yang lebih baik bagi siswa dengan disabilitas.
  • Melalui analisis dan upaya berbagi pengetahuan, Bank Dunia secara aktif mempromosikan Pendidikan Inklusif (PI) di Indonesia.

Secara global, anak dengan disabilitas adalah kelompok yang paling mungkin terpinggirkan dalam hal pendidikan. Di Indonesia, hampir 30 persen anak dengan disabilitas tidak memiliki akses ke pendidikan, dan banyak di antara mereka yang bersekolah ternyata tidak mendapatkan layanan yang memadai.

Terlepas dari kemajuan yang dicapai dalam pengembangan kebijakan pendidikan inklusif, implementasi program-program pendidikan inklusif masih perlu didorong lebih jauh. Melalui Inclusive Education Initiative (IEI) Trust Fund atau Dana Perwalian Pendidikan Inklusif, Bank Dunia mendukung Pemerintah Indonesia melalui program uji coba secara daring untuk dapat mendiagnosis secara lebih baik kebutuhan pembelajaran bagi siswa dengan disabilitas di daerah pedesaan dan mengidentifikasi kesenjangan layanan pendidikan bagi siswa tersebut. Adanya tanggapan positif terhadap program uji coba ini menunjukkan peluang untuk memperluas program kepada 139.000 siswa disabilitas di sekolah-sekolah inklusif Indonesia.

Program uji coba yang dilaksanakan oleh Yayasan Wahana Inklusif Indonesia bertempat di desa-desa di Lebak, Cilacap, Bondowoso, Ponorogo, dan Bima, berlangsung sejak bulan Oktober 2021 hingga November 2022. Program ini diinisiasi sebagai respon atas permintaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk melakukan asesmen terhadap kemampuan belajar siswa dengan disabilitas selama pandemi COVID-19.

Instrumen asesmen digunakan secara kolaboratif oleh para profesional di bidang pendidikan, psikologi, dan kesehatan, juga oleh para guru dan orang tua. Pendekatan multidisiplin ini bertujuan untuk memberikan evaluasi yang lebih holistik. Platform daring digunakan untuk melibatkan seluruh pemangku kepentingan.

Sebagai hasilnya, lebih dari 100 siswa dengan disabilitas belajar untuk pertama kalinya menerima diagnosis menyeluruh terkait kebutuhan belajar mereka. Para guru diberi dukungan dalam melakukan asesmen terhadap kemampuan dalam membaca dan Matematika serta dalam mengumpulkan data kesehatan dan psikologis untuk dievaluasi oleh para pendidik yang lebih berpengalaman (mentor), psikolog, dan ahli kesehatan. Guru-guru juga bekerja sama dengan para profesional kesehatan dalam mencatat kemajuan siswa mereka, sementara dari para mentor mereka mempelajari cara mengajar siswa dengan disabilitas menggunakan modul Bahasa Indonesia dan Matematika, serta menyusun Perencanaan Pembelajaran Individual (PPI) untuk setiap siswa.

Program uji coba ini memiliki dampak jangka panjang terhadap kemajuan pembelajaran siswa, suatu hal yang diapresiasi oleh orangtua, guru, dan Dinas Pendidikan. Niar, seorang ibu dari siswa dengan disabilitas (autisme), mengatakan bahwa ia telah melihat kemajuan signifikan dalam pembelajaran anaknya.

"Dengan program ini, anak saya yang berkebutuhan khusus mendapatkan pendidikan seperti seharusnya, sama seperti siswa lainnya," ujarnya. "Perkembangannya sangat signifikan. Ketika pertama kali masuk sekolah, dia mengalami kesulitan dalam belajar karena memiliki autisme, tetapi melalui program ini, terlihat adanya perubahan. Saya berharap semua guru dapat menerima pelatihan seperti ini agar siswa dengan disabilitas dapat menerima dukungan pembelajaran yang layak."

Para guru mengapresiasi bimbingan yang diberikan oleh program ini.

"Saya sangat bersyukur karena sebelum adanya asesmen ini, saya hanya mengajar siswa dengan disabilitas berdasarkan pengetahuan saya saja," ujar Aisyah, seorang guru kelas empat. "Sekarang, saya memiliki program yang lebih jelas. Siswa-siswa saya sudah mulai bisa menggabungkan kata-kata, dan kami terus membimbing mereka sampai mereka bisa membaca. Asesmen dan pengembangan PPI  membantu dalam proses pembelajaran siswa."

Asesmen dari program uji coba ini juga memberikan kontribusi pada manajemen data pendidikan Kemendikbudristek. Dalam banyak kasus, bantuan profesional diperlukan untuk menghasilkan diagnosis yang akurat bagi siswa dengan disabilitas. Berkat program uji coba ini, kualitas data dalam Data Pokok Pendidikan (Dapodik) dapat terus ditingkatkan dan membantu untuk mengalokasikan sumber daya yang diperlukan oleh siswa yang membutuhkan.

Dengan program ini, anak saya yang berkebutuhan khusus mendapatkan pendidikan seperti seharusnya, sama seperti siswa lainnya
Niar
Ibu dari siswa dengan disabilitas (autisme)
The World Bank

Program uji coba asesmen kebutuhan siswa dengan disabilitas di Banten, Jawa Barat. Foto: Bank Dunia

Memberi kontribusi pada bidang keilmuan dan mendorong terjadinya dialog

Untuk terus mendukung pendidikan anak-anak dengan disabilitas, Bank Dunia mendukung studi-studi tentang metode yang efektif serta mengidentifikasi kesenjangan yang terjadi. Dengan dukungan dari Inclusive Education Initiative (IEI) Trust Fund, Bank Dunia telah mempublikasikan beberapa studi, termasuk Embracing Diversity and Inclusion in Indonesian Schools (Merengkuh Keberagaman dan Inklusi di Sekolah-sekolah Indonesia), Assistive Technology (AT) for Children with Disabilities in Inclusive and Special Schools (Teknologi Asistif bagi Anak-anak dengan Disabilitas di Sekolah Inklusif dan Sekolah Luar Biasa), dan Inclusive Early Childhood Education (ECE) for Children with Disabilities (Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Inklusif bagi Anak-anak dengan Disabilitas).

Studi-studi ini mengidentifikasi berbagai tantangan dalam penerapan kebijakan, dan pada pembelajaran di dalam kelas – seperti kurangnya persiapan guru untuk mengajar siswa dengan disabilitas dan kurang adanya PPI. Salah satu studi membahas ketersediaan dan penggunaan Teknologi Asistif – yang didefinisikan sebagai semua teknologi atau alat yang digunakan untuk memfasilitasi partisipasi siswa dengan disabilitas dalam kegiatan pembelajaran. Studi tersebut juga mengungkap bahwa peran orang tua siswa dengan disabilitas cenderung terabaikan, sementara mereka memegang peran kunci dalam memastikan bahwa anak-anak mereka mendapat akses kepada pendidikan dan dapat mencapai hasil pembelajaran yang positif.

Meningkatkan pendidikan inklusif membutuhkan upaya kolaboratif dari berbagai pihak. Sebuah simposium pada bulan November 2023 yang diselenggarakan oleh Bank Dunia dan Universitas Sebelas Maret serta didukung oleh Pemerintah Australia, menyoroti bahwa sekolah-sekolah saat ini harus dipersiapkan untuk bertransformasi menjadi sekolah inklusif untuk merealisasikan pembelajaran yang disesuakan dengan kebutuhan siswa dengan disabilitas, sesuai visi Kurikulum Merdeka untuk memastikan para siswa memperoleh keterampilan dasar melalui pembelajaran berdiferensiasi.

Simposium juga membahas isu para siswa perempuan dengan disabilitas yang masih menghadapi tantangan stereotip dan stigma dalam mengakses pendidikan. Untuk mengatasinya serta menerapkan kebijakan pendidikan inklusif yang efektif mencakup siswa perempuan, diperlukan koordinasi antara para pengambil keputusan di tingkat pemerintah nasional dan sub-nasional.

Agar lebih meningkatkan peluang pendidikan bagi siswa dengan disabilitas, Bank Dunia dan Kemendikbudristek sedang memulai inisiatif Transformasi Keterlibatan Orang Tua dalam Pendidikan Anak Usia Dini melalui Penggunaan Teknologi Asistif. Dengan dukungan dana dari Early Learning Partnership (ELP), program ini akan dijalankan hingga pertengahan tahun 2025. Inisiatif ini berfokus pada pelatihan bagi para orang tua atau pengasuh anak-anak dengan disabilitas, suatu area yang belum mendapatkan perhatian yang memadai.

Meskipun masih dalam skala uji coba, program identifikasi disabilitas daring seperti yang dijelaskan di atas diharapkan akan diperluas bagi seluruh anak dengan disabilitas di Indonesia. Pengembangan keprofesian bagi para guru yang memiliki siswa dengan disabilitas juga perlu diperkuat.

Penyelenggaraan pendidikan bagi siswa dengan disabilitas yang masih kurang terlayani membutuhkan tindakan afirmatif untuk mencapainya, termasuk dengan meningkatkan layanan pendidikan di sekolah-sekolah inklusif di pedesaan. Program uji coba diagnosis secara daring merupakan langkah awal menuju pencapaian tujuan ini.

 

----

Catatan: Nama telah diubah untuk melindungi privasi.

Blog

    loader image

TERBARU

    loader image