Skip to Main Navigation
ARTIKEL 17 November 2021

Memperkuat Tanggap Bencana di Indonesia Melalui Pembiayaan Risiko dan Asuransi

Image

Foto pemukiman terendam banjir. Foto: Shutterstock.com


Indonesia merupakan salah satu negara paling rawan bencana di dunia. Berlokasi tepat di “Cincin Api” Pasifik, Indonesia menjadi tempat di mana 76 gunung berapi aktif berada. Sebagai negara kepulauan yang terdiri dari puluhan ribu pulau yang membentang sepanjang 5.100 km, dalam beberapa tahun terakhir tsunami telah menghantam pantai Sumatera Utara, Sulawesi, dan Jawa Barat. Kejadian yang jarang terjadi di negara lain seperti letusan gunung berapi, banjir, dan tanah longsor, adalah hal biasa di Indonesia.

Selain korban jiwa dan harta benda, Indonesia juga menanggung beban keuangan yang berat dalam merespon dan memulihkan diri dari bencana alam. Sebuah analisis baru-baru ini menemukan bahwa antara tahun 2014 dan 2018 pemerintah pusat menghabiskan US$90 juta hingga US$500 juta (sekitar Rp1,3 triliun hingga Rp7,125 triliun) per tahun untuk kegiatan tanggap bencana dan pemulihan bencana setelahnya, sementara pemerintah daerah membutuhkan tambahan sekitar US$250 juta (sekitar Rp3,6 triliun). Ini berarti antara 1,4 persen hingga 1,9 persen dari total pengeluaran pemerintah pusat selama periode ini terkait dengan bencana alam, menjadikannya dua hingga empat kali lebih besar daripada pengeluaran yang diperhitungkan sebelumnya oleh pemerintah.

Dukungan untuk melindungi anggaran dan aset pemerintah Indonesia

. Pada Pertemuan Tahunan Kelompok Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional di Bali tahun 2018, Indonesia menjadi tuan rumah dialog internasional tingkat tinggi tentang risiko keuangan bencana.

Pada peluncuran  Strategi Nasional  Pembiayaan dan Asuransi Risiko Bencana (Disaster Risk Finance and Insurance - DRFI) , Menteri Keuangan Republik Indonesia Sri Mulyani Indrawati, saat itu mengatakan, “Selama ini, pemerintah hanya menggunakan APBN untuk menutupi biaya bencana. Hal ini menimbulkan risiko terhadap anggaran yang dialokasikan untuk sektor-sektor prioritas lainnya seperti pendidikan, kesehatan, dan program-program pemerintah daerah.” Lebih lanjut Sri Mulyani menyampaikan dalam kata pengantar  buku Strategi Pembiayaan dan Asuransi Risiko Bencana yang diterbitkan pada bulan Desember 2018, “Strategi ini memungkinkan pemerintah untuk mencari solusi keuangan dan inovasi bagi pendanaan alternatif untuk melengkapi APBN dalam hal pembiayaan bencana.”


"Selama ini, pemerintah hanya menggunakan APBN untuk menutupi biaya bencana. Hal ini menimbulkan risiko terhadap anggaran yang dialokasikan untuk sektor-sektor prioritas lainnya seperti pendidikan, kesehatan, dan program-program pemerintah daerah."
Sri Mulyani Indrawati
Menteri Keuangan Republik Indonesia

Bank Dunia, dengan dukungan dari Swiss State Secretariat for Economic Affairs (SECO) telah bermitra erat dengan pemerintah Indonesia untuk mengembangkan strategi DRFI dan terus bekerja sama dalam pelaksanaannya. Pada bulan Januari 2021 Bank Dunia menyetujui dukungan keuangan senilai US$500 juta terkait upaya pemerintah Indonesia dalam membangun dan memperkuat respons keuangannya terhadap bencana alam, risiko iklim, maupun guncangan lainnya yang terkait kesehatan seperti pandemi COVID-19. Pinjaman tersebut mendukung pembentukan Pooling Fund untuk Bencana, yang dibentuk secara sah pada bulan Agustus 2021 melalui  Peraturan Presiden (Perpres). Pooling Fund untuk Bencana akan berfungsi sebagai mekanisme pusat dalam membantu memastikan aliran dana bencana yang efektif dan transparan ke instansi pemerintah terkait, termasuk untuk penyaluran bantuan sosial yang lebih cepat bagi korban bencana alam, dan meningkatkan perencanaan kesiapsiagaan bencana.

Seiring waktu, Pooling Fund tersebut akan memanfaatkan asuransi dan pasar modal domestik maupun internasional untuk meningkatkan kemampuan keuangannya. Operasi pinjaman tersebut juga akan berinvestasi pada kegiatan untuk meningkatkan perencanaan, seperti memperkenalkan suatu sistem pelacakan anggaran untuk pengeluaran terkait bencana.

Selain itu, dalam operasi pinjaman tersebut terdapat hibah sebesar US$14 juta (sekitar Rp199,5 miliar) dari Global Risk Financing Facility (GRiF), suatu dana perwalian multi-donor yang dikelola oleh Bank Dunia untuk membantu berbagai negara dalam merancang dan mengimplementasikan solusi keuangan untuk mengelola bencana dan gangguan iklim. Dana hibah tersebut merupakan upaya pembiayaan bersama untuk membantu meningkatkan kapasitas teknis pemerintah dalam mengelola dana untuk melindungi kelompok yang paling rentan.

Komponen kunci lainnya dari kerja sama berkelanjutan antara Bank Dunia dengan Kementerian Keuangan dalam DRFI adalah pengimplementasian dan peningkatan Program Asuransi Perlindungan Barang Milik Negara (BMN). Sejak diluncurkan pada tahun 2019, berdasarkan data bulan September 2021, program asuransi ini telah melindungi lebih dari 4.300 bangunan milik 51 kementerian,

Pekerjaan lain sedang berlangsung untuk mengintegrasikan upaya Indonesia dengan South-East Asia Disaster Risk Insurance Facility (SEADIF) (www.seadrif.org), suatu inisiatif dari para anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) ditambah tiga negara (Jepang, Tiongkok, dan Korea Selatan) yang mendapat dukungan dari Bank Dunia, dimana salah satu program prioritasnya adalah perlindungan keuangan bagi aset milik publik. Indonesia merupakan anggota SEADRIF, dan pekerjaan serupa sedang berlangsung juga di negara-negara tetangga di ASEAN lainnya, termasuk Filipina dan Vietnam.

Inisiatif-inisiatif ini merupakan bagian integral dari upaya Indonesia untuk mencapai tujuan utama  strategi DRFI, yaitu untuk melindungi anggaran negara dari pengeluaran tak terduga akibat bencana, melalui adanya mekanisme khusus untuk pemerintah pusat dalam mengelola pengeluaran bencana secara lebih efisien dan memperkuat koordinasi fiskal antara pemerintah pusat dan daerah dengan menetapkan peran dan tanggung jawab yang lebih jelas untuk mendanai tanggap bencana. Strategi DRFI juga bertujuan untuk melindungi aset milik negara dari kerusakan akibat bencana melalui program asuransi indemnity yang mencakup semua kementerian dan lembaga, dan untuk melindungi masyarakat, khususnya masyarakat miskin pada saat terjadi bencana, melalui program jaring pengaman sosial.

Bencana alam telah menjadi kenyataan hidup bagi masyarakat Indonesia.



Api
Api