Indonesia merupakan salah satu negara paling rawan bencana di dunia. Berlokasi tepat di “Cincin Api” Pasifik, Indonesia menjadi tempat di mana 76 gunung berapi aktif berada. Sebagai negara kepulauan yang terdiri dari puluhan ribu pulau yang membentang sepanjang 5.100 km, dalam beberapa tahun terakhir tsunami telah menghantam pantai Sumatera Utara, Sulawesi, dan Jawa Barat. Kejadian yang jarang terjadi di negara lain seperti letusan gunung berapi, banjir, dan tanah longsor, adalah hal biasa di Indonesia.
Selain korban jiwa dan harta benda, Indonesia juga menanggung beban keuangan yang berat dalam merespon dan memulihkan diri dari bencana alam. Sebuah analisis baru-baru ini menemukan bahwa antara tahun 2014 dan 2018 pemerintah pusat menghabiskan US$90 juta hingga US$500 juta (sekitar Rp1,3 triliun hingga Rp7,125 triliun) per tahun untuk kegiatan tanggap bencana dan pemulihan bencana setelahnya, sementara pemerintah daerah membutuhkan tambahan sekitar US$250 juta (sekitar Rp3,6 triliun). Ini berarti antara 1,4 persen hingga 1,9 persen dari total pengeluaran pemerintah pusat selama periode ini terkait dengan bencana alam, menjadikannya dua hingga empat kali lebih besar daripada pengeluaran yang diperhitungkan sebelumnya oleh pemerintah.
Dukungan untuk melindungi anggaran dan aset pemerintah Indonesia
. Pada Pertemuan Tahunan Kelompok Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional di Bali tahun 2018, Indonesia menjadi tuan rumah dialog internasional tingkat tinggi tentang risiko keuangan bencana.
Pada peluncuran Strategi Nasional Pembiayaan dan Asuransi Risiko Bencana (Disaster Risk Finance and Insurance - DRFI) , Menteri Keuangan Republik Indonesia Sri Mulyani Indrawati, saat itu mengatakan, “Selama ini, pemerintah hanya menggunakan APBN untuk menutupi biaya bencana. Hal ini menimbulkan risiko terhadap anggaran yang dialokasikan untuk sektor-sektor prioritas lainnya seperti pendidikan, kesehatan, dan program-program pemerintah daerah.” Lebih lanjut Sri Mulyani menyampaikan dalam kata pengantar buku Strategi Pembiayaan dan Asuransi Risiko Bencana yang diterbitkan pada bulan Desember 2018, “Strategi ini memungkinkan pemerintah untuk mencari solusi keuangan dan inovasi bagi pendanaan alternatif untuk melengkapi APBN dalam hal pembiayaan bencana.”