Skip to Main Navigation
ARTIKEL 26 Juni 2018

Indonesia Percepat Tindakan Melawan Stunting


PESAN UTAMA

  • Angka stunting di Indonesia ada pada tahap mengkhawatirkan, dengan 37% anak di bawah lima tahun mengalami stunting.
  • Pemerintah telah melakukan komitmen untuk mempercepat penurunan stunting.
  • Kader pembangunan manusia berperan penting, memastikan agar keluarga mengakses secara bersamaan berbagai layanan penting.

Lombok, 26 Juni 2018 – Salmiah, yang sejak tahun 2000 bekerja sebagai petugas posyandu di Batukliang, Lombok Tengah, mengira ia sudah mengetahui semua yang diperlukan terkait pertumbuhan anak. Ibu tiga anak itu terpukul ketika anak perempuannya yang berusia dua tahun tumbuh kurang sehat.

“Akibat kurangnya asupan makanan sehat saat saya hamil, anak saya lahir dengan bobot kurang, dan pada usia dua tahun dia terkena stunting,” ujar Salmiah, yang juga mengajar di Madrasah Ibtidaiyyah.

Pencegahan stunting: komitmen nasional

Stunting – gagalnya seseorang mencapai potensi pertumbahnnya – disebabkan oleh malnutrisi kronis dan sakit berulang saat masih anak-anak. Kondisi ini dapat secara permanen membatasi kapasitas fisik dan kognitif anak-anak, dan menyebabkan kerusakan seumur hidup. Hampir seperempat balita di seluruh dunia mengalami stunting.

Angka stunting di Indonesia ada pada tahap mengkhawatirkan. Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, 37% anak berumur di bawah lima tahun di Indonesia, atau hampir sembilan juta anak, mengalami stunting.

Pada tahun 2017, Wakil Presiden Jusuf Kalla menyerukan perlunya pengembangan Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Stunting. Strategi ini, yang didukung oleh Bank Dunia, dibuat berdasarkan pembelajaran di Indonesia dan global, terutama keberhasilan Peru menurunkan tingkat stunting menjadi setengah hanya dalam tujuh tahun.

“Stunting pada anak-anak balita merupakan refleksi masa depan Indonesia,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. “Isu ini sekarang menjadi prioritas pemerintah.”

Komitmen nasional tersebut akan memerlukan kerjasama lebih kuat di antara para pemangku kepentingan.

“Stunting merupakan masalah bersama,” kata Nila Moeloek, Menteri Kesehatan. “Perlu kerjasama lebih baik antara lembaga pemerintah di tingkat nasional dan daerah. Juga dengan sektor swasta, organisasi masyarakat, dan akademisi.”

 


"Stunting pada anak-anak balita merupakan refleksi masa depan Indonesia. Isu ini sekarang menjadi prioritas pemerintah."
Sri Mulyani Indrawati
Menteri Keuangan

Image

Tikar pertumbuhan merupakan alat sederhana dan inovatif bagi masyarakat khususnya petugas kesehatan untuk deteksi dini stunting.

Foto: Atet/World Bank


Konvergensi layanan untuk mencegah dan mengurangi stunting

Untuk mengatasi kondisi ini, ibu hamil dan anak di bawah dua tahun perlu mengakses layanan-layanan penting secara bersamaan untuk mencegah stunting. Layanan-layanan tersebut adalah imunisasi dasar, pemberian air susu ibu eksklusif, makanan yang beragam, air minum dan sanitasi, pendidikan anak usia dini, indeks kerawanan pangan, dan akta kelahiran agar anak yang baru lahir terdaftar dalam sistem bantuan sosial. Namun, konvergensi layanan-layanan tersebut di Indonesia masih rendah.

Strategi nasional bertujuan untuk memperkuat semua layanan dan mendorong konvergensi program-program di tingkat nasional, daerah, dan masyarakat. Strategi ini mengumpulkan komitmen 22 kementerian dan dana sekitar US$14,6 miliar untuk menggabungkan berbagai intervensi gizi prioritas. Pada tahun 2018, strategi ini menyasar 100 kabupaten dengan tingkat stunting yang tinggi. Jumlah kabupaten akan ditingkatkan menjadi 160 kabupaten pada 2019, 390 kabupaten pada 2020, dan akhirnya seluruh 514 kabupaten dan kota pada 2021.


Kader pembangunan manusia

Salah satu bagian penting dari program stunting pemerintah adalah proyek rintisan Kader Pembangunan Manusia, sebuah kolaborasi antara pemerintah dan Bank Dunia. Proyek ini akan merekrut 3.105 kader pembangunan manusia yang bertugas memastikan intervensi untuk mengatasi stunting. Para kader ini akan membantu mengidentifikasi keterbatasan layanan dan mendorong masyarakat untuk lebih banyak menggunakan layanan-layanan tersebut.

“Kader pembangunan manusia banyak membantu kami,” ujar Zaenal, kepala desa Mantang di Lombok. “Partisipasi mereka di puskesmas, kami sekarang lebih paham mengenai kondisi kesehatan masyarakat kami.”

Salmiah, yang juga menjadi kader pembangunan manusia, mendukung konvergensi layanan di desanya dengan memastikan agar para ibu hamil melakukan pemeriksaan secara rutin, mengonsumsi suplemen zat besi seta makanan yang sehat dan bergizi, serta memiliki akses air bersih.

Ia menemukan bahwa di desanya, 25% anak balita, atau 225 anak, mengalami stunting. Namun banyak orangtua menyangkal kondisi anak-anak mereka. Perlu upaya keras untuk memunculkan kesadaran pentingnya gizi pelengkap dan praktik sanitasi yang baik. Salmiah kemudian berpartisipasi dalam pelatihan untuk menggunakan Tikar Pertumbuhan, sebuah alat sederhana dan inovatif untuk mendeteksi stunting sejak dini.

"Sekembalinya dari pelatihan, saya berbagi informasi tentang stunting dengan masyarakat, terutama dampaknya dan bagaimana menanggulanginya. Saya berbicara dengan warga desa, juga tokoh agama dan masyarakat. Saya bersyukur pemerintah desa telah mengalokasikan 30% Dana Desa untuk mencegah stunting,” kata Salmiah.

Salmiah bekerja erat dengan pendamping desa dan petugas dari posyandu, PAUD, Program Keluarga Harapan, serta program air dan sanitasi. Dengan memperkuat koordinasi antara layanan-layanan tersebut, ia ingin memastikan semua penerima manfaat memperoleh paket layanan yang lengkap.

Kerja kerasnya telah membuahkan hasil. Dalam 15 bulan terakhir, jumlah anak di bawah dua tahun yang mengalami stunting berkurang dari 86 menjadi 58 anak.

“Insya Allah,  tidak akan ada lagi keluarga miskin di desa ini dan semua anak akan tumbuh tinggi dan cerdas,” ujar Salmiah.

 



Api
Api