Di Dumai, kota yang terletak di wilayah pesisir di Indonesia, air bersih pernah menjadi barang mewah. Warga masyarakat seperti Dede Handayani, ibu dari dua orang balita, pernah harus mengeluarkan banyak biaya untuk mendapatkan air bersih. Dede harus membayar hingga sekitar Rp1 juta per bulan, dengan mengandalkan air dari sumur untuk keperluan mencuci dan kebun, dan dari truk tanki untuk keperluan minum dan masak keluarganya. Setiap hari Dede harus berjuang, menghabiskan waktu, energi dan biaya.
Para pemilik usaha di Kota Dumai saat itu mengalami kesulitan untuk menjaga kebersihan, sementara penyedia layanan air perpipaan kota, Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Dumai Berseri, menghadapi tantangan yang semakin besar. “Kami membutuhkan investasi dalam jumlah besar untuk meningkatkan sistem pengolahan air kami” kata Agus Adnan, Direktur Utama PDAM. “Tetapi kami juga harus dapat menjaga agar tarif air tetap terjangkau bagi masyarakat.”
Kisah Kota Dumai bukanlah kisah yang unik. Di banyak tempat di Indonesia, urbanisasi yang terjadi secara cepat serta kondisi geografis yang meliputi lebih dari 17 ribu pulau dan 90 ribu kilometer garis pantai menjadikan akses air sebagai suatu tantangan yang rumit. Meskipun Indonesia memiliki banyak sumber air tawar, hampir setengah dari penduduk Indonesia memiliki akses yang terbatas pada air bersih, dan lebih dari 70 persen populasi bergantung kepada sumber-sumber air yang berpotensi tercemar. Hanya sekitar sepertiga dari jumlah penduduk perkotaan memiliki akses terhadap air perpipaan.
Kualitas air di Dumai sebelum penyaringan. Foto: Matahati/World Bank
Menyadari pentingnya upaya penanganan air bersih ini, Pemerintah Indonesia melaksanakan National Urban Water Supply Project (NUWSP) dengan dukungan Bank Dunia dan mitra pembangunan lainnya. Proyek tersebut bertujuan meningkatkan akses kepada air perpipaan dan meningkatkan kapasitas dan kinerja PDAM perkotaan.
“Sejak tahun 2018, kami bekerja sama secara baik dengan Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan dan Bank Dunia”, kata R. Satria Alamsyah, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota Dumai. “Di tahun 2020, pembangunan instalasi pengolahan air yang baru telah selesai dibangun”.
Hasil yang dicapai mendorong perubahan lebih lanjut. PDAM Dumai Berseri berhasil memperluas pelayanannya dari hanya 200 pelanggan di tahun 2019 menjadi hampir 10.000 pelanggan rumah tangga dan berbagai usaha di tahun 2024, secara signifikan meningkatkan pendapatan dan merubah kondisi keuangan PDAM tersebut – dari sebelumnya merugi menjadi perusahaan yang dapat sepenuhnya menutup biaya operasionalnya. Dengan situasi yang membaik ini, PDAM Dumai Berseri dapat sepenuhnya membayar gaji karyawan dan bahkan merekrut lebih banyak karyawan untuk mendukung kegiatan operasional, menciptakan lapangan kerja dan membuka banyak peluang bagi masyarakat setempat. “Operasional kami sekarang lebih efisien, mudah dan lebih mudah dipantau”, kata Adnan.
Bagi warga masyarakat seperti Dede Handayani, perubahan tersebut juga telah mendukung perbaikan kehidupan mereka. “Tadinya, kami harus mengeluarkan biaya sekitar Rp1 juta per bulan untuk membeli air dari truk tanki yang kadang-kadang kualitasnya kurang baik. Sekarang kami membayar sekitar Rp250 ribu per bulan untuk kualitas air yang jauh lebih baik dan aman untuk dikonsumsi,” kata Dede. “Sekarang saya tidak perlu membuang waktu berjam-jam untuk mencari air bersih, dan bisa meluangkan lebih banyak waktu bersama anak-anak saya dan membantu mereka belajar”.

Sekarang Dede Handayani bisa menggunakan air keran untuk keperluan mencuci, minum dan memasak sehari-hari. Foto: Matahati/World Bank