Skip to Main Navigation
ARTIKEL30 November 2023

Penanaman Mangrove di Indonesia Membuahkan Hasil yang Positif

The World Bank

Warga sekitar menanam mangrove di lokasi konservasi pemerintah di kawasan Teluk Naga, Jakarta Utara. Foto: Bank Dunia

Memberi insentif berupa pembayaran kepada masyarakat setempat untuk menanam mangrove telah meningkatkan pendapatan, meningkatkan produksi perikanan, melindungi daerah pesisir, dan berkontribusi pada upaya mitigasi perubahan iklim.

Tanaman mangrove memiliki peran penting dalam mendukung mata pencaharian masyarakat pesisir, melindungi pantai dari bencana alam, dan mengurangi dampak perubahan iklim global. Tanaman ini dapat berkontribusi untuk mengurangi kemiskinan dan menciptakan bumi layak huni. Mengingat Indonesia memiliki hutan mangrove terbesar dan paling beragam di dunia, tanaman ini memiliki peran yang sangat penting.

Menyadari nilai penting dan fungsi ekosistem mangrove, Pemerintah Indonesia memberikan insentif kepada masyarakat setempat untuk menanam mangrove yang akan didukung oleh program Bank Dunia Mangroves for Coastal Resilience. Kegiatan ini bertujuan untuk menciptakan sumber pendapatan baru bagi masyarakat, memberdayakan perempuan, meningkatkan laba usaha perikanan, dan melindungi daerah pesisir dari banjir. Konservasi ekosistem mangrove yang sehat dan penanaman kembali menjadi sangat penting jika Indonesia ingin mewujudkan rencana ambisiusnya untuk mengubah hutan dan jenis lahan lainnya menjadi area penyerap karbon pada tahun 2030.

Indonesia adalah rumah bagi ekosistem mangrove terbesar dan paling beragam di dunia. Mangrove menjadi sangat penting karena membantu mata pencaharian masyarakat pesisir melalui usaha perikanan (ikan, kepiting, dan makanan laut lainnya); melindungi pesisir dari bencana; dan menyerap sekitar 3,14 miliar ton karbon dioksida atau setara dengan emisi gas rumah kaca yang dihasilkan oleh sekitar 2,5 miliar kendaraan yang dikendarai selama satu tahun, sehingga berperan penting dalam mitigasi perubahan iklim global. Pohon mangrove menyerap karbon jauh lebih banyak dibandingkan dengan jenis pohon lainnya.

Mangrove di daerah pesisir yang telah berkembang bernilai sekitar $50.000 atau kurang lebih Rp780 juta per hektar , berkat perannya dalam perlindungan banjir. Meskipun bernilai tinggi, hutan-hutan ini terus-menerus berkurang dan berubah menjadi fungsi lain, seperti akuakultur, agrikultur, dan infrastruktur (misalnya perumahan dan pariwisata). Berkurangnya hutan mangrove ini meningkatkan risiko bencana, seperti banjir, erosi, dan badai yang mengancam penduduk di daerah pesisir. Hal ini juga mengurangi produktivitas usaha perikanan, mengurangi keanekaragaman hayati (terutama spesies yang bergantung pada hutan mangrove sebagai habitat, seperti ikan, kepiting, dan hewan laut lainnya), dan meningkatkan emisi gas rumah kaca. Bahkan, berdasarkan studi yang baru-baru ini dipublikasikan, Indonesia memiliki potensi untuk mengembangkan proyek blue carbon berbasis mangrove dengan nilai bersih saat ini (NPV) sebesar $532 juta atau sekitar Rp8,3 triliun dan mengurangi hingga 11 juta ton karbon dioksida setiap tahun.

The World Bank

Mangrove yang baru ditanam dan yang sudah tumbuh sempurna di taman wisata alam mangrove, Jakarta Utara. Foto: Bank Dunia

Mangrove dapat dipulihkan, tetapi biaya untuk melakukannya sangat tinggi (antara $1.640 hingga $3.900 atau sekitar Rp25,5 juta hingga Rp60,8 juta per hektar di Indonesia), dan upaya di negara-negara lain seringkali gagal. Sekitar setengah dari hutan mangrove Indonesia, yaitu 1,82 juta hektar, adalah ‘berkualitas tinggi’ dengan sedikit atau tanpa degradasi sama sekali. Sisanya, sekitar 1,58 juta hektar hutan mangrove yang mengalami degradasi (yaitu hutan mangrove yang sebagian berubah fungsi  menjadi lahan lain, seperti tambak akuakultur) sangat membutuhkan rehabilitasi.

Indonesia telah melakukan berbagai upaya konservasi, salah satunya melalui Peta Satu Mangrove, yang memetakan luas dan kualitas kawasan mangrove di seluruh wilayah. Pada tahun 2021, Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup menerbitkan pedoman resmi tentang manajemen kawasan mangrove yang melibatkan partisipasi masyarakat.

Upaya ini dapat ditingkatkan dengan memperkuat kebijakan menyeluruh tentang pengelolaan kawasan mangrove dan mengintegrasikan zonasi hutan mangrove ke dalam perencanaan tata ruang, termasuk untuk infrastruktur pesisir. Pemerintah juga dapat memperluas cakupan moratorium pemberian izin untuk mengonversi hutan primer dan lahan gambut dengan menyertakan semua jenis hutan mangrove.

Nini telah menanam mangrove di lahan pemerintah sejak tahun 2021, yang memberinya penghasilan tetap. Foto: Ebe/Bank Dunia

Partisipasi masyarakat sangat penting dalam konservasi dan restorasi hutan mangrove. Sejak tahun 2021, Pemerintah Indonesia telah memberikan insentif kepada masyarakat untuk menanam mangrove. Program ini telah mengubah kehidupan banyak penduduk setempat.

"Upah yang saya terima dapat menghidupi keluarga saya," kata Nini, seorang penanam mangrove. "Saya bisa membeli beras dan kebutuhan pokok lainnya. Saya bersyukur atas pekerjaan ini. Teman saya dan saya menanam mangrove bersama-sama, dan kami senang melakukannya. Program ini membantu warga sekitar."

Mangrove juga dapat melindungi tambak ikan kami dari banjir saat air pasang tinggi. Ini akan mencegah ikan kami berenang keluar dari tambak saat banjir."
David, Indonesia farmer
David
Peternak ikan bandeng dan kepiting tambak

Penanaman mangrove juga meningkatkan hasil budidaya ikan bandeng dan mengurangi biaya pakan, sehingga meningkatkan keuntungan. Salah satu nelayan tambak, David, melaporkan pengurangan pakan ikan harian dari 10 kilogram menjadi 7 kilogram karena mangrove menyediakan makanan alami untuk ikan dan memangkas waktu panen ikan dari enam bulan menjadi hanya empat bulan. Tanaman mangrove juga telah menyebabkan produksi kepiting melonjak.

“Kepiting menggunakan akar pohon mangrove untuk bertelur dan berkembang biak,” ujar David. Sebelum adanya tanaman mangrove, dia menangkap dua kepiting sehari "jika sedang beruntung." Sejak adanya kawasan mangrove, dia dapat menangkap lima hingga sepuluh ekor sehari.

"Mangrove juga dapat melindungi tambak ikan kami dari banjir saat air pasang tinggi," katanya. "Ini akan mencegah ikan kami berenang keluar dari tambak saat banjir." Pendapatan tambahan tersebut membuat nelayan tambak bisa menabung penghasilannya yang dapat mereka gunakan untuk belanja barang berharga, seperti sepeda motor.

The World Bank

Cami menunjukkan cara membuat permen dodol dari buah mangrove. Foto: Muhammad Fadli/Bank Dunia.

Tanaman mangrove juga memberdayakan perempuan untuk bisa memiliki sumber pendapatan sendiri..

"Menjual produk dodol mangrove telah menjadi sumber pendapatan utama saya," kata Cami, seorang penjual cemilan dan ibu rumah tangga. "Saya tidak pernah membayangkan ini bisa terjadi pada saya."

Secara nasional dan global, konservasi dan penanaman kembali mangrove menjadi hal yang penting jika Indonesia ingin mewujudkan rencana ambisiusnya untuk mengubah hutan dan jenis lahan lainnya menjadi area penyerap karbon pada tahun 2030. Tiga jenis tindakan berikut dapat meningkatkan keberhasilan upaya ini:

  • Mengaitkan pengelolaan lanskap terpadu dengan mengonservasi dan merestorasi mangrove sekaligus memperkuat ketahanan masyarakat pesisir. Pendekatan ini memerlukan koordinasi lintas sektor antara institusi nasional, daerah, dan lokal (pemerintah, LSM, dan masyarakat setempat) untuk merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi pengelolaan mangrove.
  • Melakukan lebih dari penanaman bibit dengan melakukan pekerjaan hidrologi yang dapat memulihkan aliran pasang surut dan menyebarkan benih mangrove dari hutan mangrove terdekat.  Kondisi area yang akan dipulihkan, kualitas bibit, manajemen jangka menengah (perawatan, perlindungan), dan koreksi di tengah kegiatan dapat meningkatkan tingkat keberhasilan.
  • Memberikan manfaat nyata kepada para pemangku kepentingan lokal dalam jangka pendek dan menengah untuk berpartisipasi dalam restorasi dan menjaga area yang telah dipulihkan. Insentif untuk pekerjaan yang membutuhkan tenaga kerja dan mekanisme insentif lainnya, termasuk insentif untuk blue carbon, dapat mendatangkan dukungan dari masyarakat dan pemerintah setempat.

Proyek Mangroves for Coastal Resilience, yang didanai oleh Bank Dunia dan diluncurkan pada tahun 2022, mendukung tujuan ambisius pemerintah dalam memulihkan 600.000 hektar hutan mangrove pada tahun 2024. Ini adalah ambisi restorasi hutan mangrove terbesar di dunia hingga saat ini. Proyek ini bertujuan untuk mengembangkan model terpadu konservasi dan restorasi hutan mangrove serta meningkatkan mata pencaharian masyarakat pesisir yang dapat direplikasi di seluruh wilayah. Pemerintah juga sedang melaksanakan kebijakan menyeluruh untuk pengelolaan hutan mangrove, memperkuat koordinasi lintas sektor di tingkat nasional dan daerah, dan mengeksplorasi potensi insentif blue carbon untuk hutan mangrove.

Blog

    loader image

TERBARU

    loader image