ARTIKEL

Mengukur Kerugian yang Diakibatkan oleh Merapi (Artikel)

24 November 2010


PESAN UTAMA
  • Bank Dunia membantu BNPB yang sudah semakin kuat dalam mengkaji kerusakan dan kerugian untuk daerah sekitar Gunung Merapi
  • Diperkirakan lebih banyak kerugian yang diderita dibandingkan kerusakan, dikarenakan besarnya letusan dan keterbukaan populasi di sekitar Gunung Merapi
  • Bantuan Langsung Masyarakat dari proyek-proyek pembangunan berbasis masyarakat yang ada di daerah yang terkena dampak kemungkinan besar akan direalokasikan untuk kebutuhan mendesak.

Gunung Merapi, Jawa Tengah, 24 November, 2010 – Cabai dan tomat segar yang siap dipanen kini musnah dilahap oleh debu vulkanik dan reruntuhan. Andaikan saja Gunung Merapi tidak bergejolak sepanjang bulan Oktober, tanaman palawija yang tumbuh di lembah kaki gunung Merapi ini bisa menghasilkan satu hingga dua juta rupiah bagi para petani setempat, cukup untuk membuat dapur mengepul selama dua bulan.

“Kita harus menunggu sekitar 2 minggu sebelum bisa mulai mancangkul. Setelah itu, masih harus menunggu lebih lama lagi untuk bisa melihat hasilnya,” kata Porijan, seorang petani cabai, pada pertengahan November, beberapa minggu setelah debu vulkanik mulai mereda. “Kami sangat membutuhkan bantuan untuk memulai pembersihan.”

Setelah tertidur selama empat tahun, Gunung Merapi kembali aktif di akhir September 2010, memaksa ribuan orang untuk mengungsi. Awan panas dari letusan Merapi ini menjalar melewati desa-desa, menghanguskan banyak rumah, bahkan menawaskan sedikitnya 300 warga. Sepanjang bulan Oktober, media massa sibuk menayangkan gambar barak pengungsian yang penuh sesak, rumah sakit yang penuh dengan korban, dan sebangsanya. Memasuki masuk bulan November, Merapi sudah dianggap berita tua. Ketika antusiasme media telah berakhir, barulah perjuangan yang sebenarnya dimulai.

Porijan hanya salah satu dari ribuan orang yang kehilangan mata pencahariannya akibat Merapi. Seberapa lama seorang petani seperti Porijan mampu bertahan hidup jika ladang yang menjadi sumber mata pencahariannya tidak dapat digarap? Seberapa besar biaya yang diperlukan agar dia bisa  kembali menghidupi dirinya sendiri? Diluar agrikultur, seberapa besarkah kerusakan yang diderita sektor lain? Berapa banyak rumah yang hancur, berapa banyak yang perly direlokasi sepenuhnya? Berapa banyak sekolah yang rusak karena Merapi, atau terpaksa dijadikan tempat pengungsian? Usaha-usaha lokal apa saja yang menderita kerugian sebagai dampak langsung dari Merapi? Berapa hektar hutan yang hangus terbakar awan panas? Bagaimana nasib para pemilik rumah penginapan dan usaha kecil lainnya yang sangat bergantung pada wisata Merapi – bagaimana caranya mereka dapat membenahi usaha mereka? Pertanyaan-pertanyaan seperti inilah yang perlu ditanggapi Badan Nasional Penanggulan Bencana (BNPB) untuk memahami dampak sebuah bencana alam terhadap perekonomian negara; daerah-daerah yang terkena langsung;  rumah tangga; dan individu.

Dalam poses pemulihan pasca bencana, kajian kerusakan dan kerugian – yang seringkali disebut “DALA” – merupakan langkah pertama. Sehubungan dengan hal ini, Bank Dunia telah bekerja untuk memperkuat kapasitas BNPB dalam mengumpulkan data dari lapangan, menentukan garis batas, dan mengembangkan kajian-kajian yang kredibel serta rencana pemulihan. Bahkan pada saat Merapi masih berada dalam fase tanggap darurat pun, BNPB sudah mulai berinisiatif mengumpulkan data.

“DALA telah berkembang lebih sebagai kajian keperluan pasca bencana, yang merupakan langkah pertama dalam mendapatkan data kuantitatif dan kualitatif  atas dampak bencana terhadap kehidupan korban. Dalam hal ini kita melihat beberapa sektor: infrastruktur, perumahan, sektor sosial dan ekonomi. Dari kajian-kajian ini, pemerintah dapat membuat suatu rencana untuk membantu pemulihan masyarakat dan rekonstruksi aset yang hancur,” ucap Spesialis Senior Manajemen Risiko Bencana, Iwan Gunawan, yang memimpin tim DALA di Merapi. “Banyak hal yang dapat kita pelajari dari setiap bencana, namun Gunung Merapi ini merupakan hal baru bagi kami untuk dua hal: pertama, letusan kali ini jauh lebih besar dari kasus-kasus sebelumnya di sepanjang sejarah, dan kedua, populasi disekitar Merapi meningkat cukup pesat beberapa tahun belakangan ini. Gabungan kedua faktor tersebut mengakibatkan kegiatan ekonomi dalam agrikultur, perdagangan, dan sektor lainnya menjadi sangat terganggu, alhasil kerugian ekonomi yang diderita menjadi sangat besar.”

Beberapa desa yang terletak di daerah bencana adalah desa-desa yang tercakup dalam program REKOMPAK, yang merupakan bagian dari PNPM Mandiri yang didukung oleh Bank Dunia. Salah satu desa tersebut adalah Desa Kepuhrejo, kecamatan Cangkringan, terletak dalam radius sepuluh kilometer dari puncak Merapi. Awan panas yang mencapai 600-800 derajat celsius menjalar melewati desa tersebut, melahap semua yang ada dihadapannya. Banyak rumah yang hancur, tinggal puing belaka, terkubur dalam campuran abu vulkanik, lumpur, dan air hujan setinggi satu meter. Bantuan Langsung Masyarakat dari REKOMPAK untuk desa yang terkena dampak langsung seperti Desa Kepuhrejo kemungkinan besar akan direalokasikan untuk kebutuhan masyarakat yang lebih mendesak. Fasilitator dari program telah memulai proses ini dengan mengumpulkan penerima manfaat di perkemahan pengungsi dan mendiskusikan kebutuhan mereka.

“Pada hari yang sama pemerintah menyatakan aman untuk kembali ke desa mro masing-masing, fasilitator yang terlatih juga perlu ada di desa, mengumpulkan penerima manfaat, memimpin jalannya konsultasi, mencari tahu keperluan mereka, mempersiapkan rencana pembayaran masyarakat dan mengalokasikan bantuan langsung masyarakat. Program ini juga dapat memulai lebih awal dengan mengalokasikan hibah untuk pekerjaan berat,” ucap Insinyur Perkotaan Utama George Soraya setelah meninjau kerusakan di Desa Kepuhrejo

Bank Dunia telah berperan aktif dalam membantu Indonesia menghadapi bencana alam terlebih dalam membantu masyarakat beradaptasi dengan bencana yang mengenaskan. Dimulai dari pembangunan Aceh dan Yogyakarta setelah bencana yang menimpa mereka, Bank Dunia terus memberikan bantuan bagi pemerintah Indonesia dalam membangun sistem Manajemen Risiko Bencana dan kapasitas di berbagai tingkatan. Semasa bencana yang baru-baru ini terjadi seperti gempa Padang dan tsunami di Pulau Mentawai, Bank Dunia membantu pemerintah dengan membantu BNPB dalam melakukan kajian kerusakan dan kerugian serta memobilisasi proyek-proyek yang sudah berjalan di lapangan. Laporan lengkap kajian kerusakan dan kerugian yang dihasilkan BNPB bersama dengan Bank Dunia akan dipublikasikan dalam waktu beberapa minggu kedepan


Api
Api

Welcome