ARTIKEL

Beban Ganda Permasalahan Gizi di Asia Timur dan Pasifik

09 Juni 2010

PESAN UTAMA
  • Banyak negara di Asia Timur seperti Indonesia dan Filipina yang masih bergulat dengan permasalahan ganda malnutrisi
  • Lokakarya yang diselenggarakan oleh Bank Dunia baru-baru ini menghasilkan Rencana Kerja guna menanggulangi malnutrisi yang meningkat bagi negara yang terlibat.


Bali, 9 Juni 2010 – Seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang luar biasa, negara klien Bank Dunia di Asia Timur kini berada pada posisi serba salah pada lingkup pengembangan sumber daya manusia. Pada satu sisi mereka berjuang menanggulangi kekurangan gizi dan kekurangan berat badan diantara wanita dan balita usia 0-2 tahun, dan di sisi lain mereka memerangi dampak yang diakibatkan oleh obesitas, diabetes, dan penyakit tak-menular yang berkaitan dengan kelebihan gizi—kondisi kesehatan menyedihkan yang biasa menjangkiti negara-negara maju.

“Obesitas pada negara-negara di Asia Timur seperti maut yang mengintai,” papar Profesor Boyd Swinburn dari Universitas Melbourne, Australia, seorang pembicara utama pada topik “Meningkatkan Investasi Nutrisi di Asia Timur dan Pasifik”(“Scaling Up Nutrition Investments in EAP”), diskusi regional yang diadakan pada 9-11 Juni 2010.

Sebagai bagian dari perundingan ini, Bank Dunia menggelar lokakarya di Bali, Indonesia, guna menanggapi permasalahan ganda malnutrisi. “Pada 2005 kami berhasil menanggulangi negara-negara di Afrika dalam mencapai Target Tingkat Gizi MDG mereka. Kami pikir negara-negara di Asia Timur dan Pasifik juga dapat terbantu dengan berbagi perihal pendekatan intervensi peningkatan gizi mana yang berhasil dan apa yang kurang berhasil,” tambah Claudia Rokx, Pemimpin Spesialis Kesehatan bagi Asia Timur dan Pasifik.

Enam negara yang turut berpartisipasi di lokakarya mengalami tingkat kekurangan gizi yang serius, dengan persentase umum sebesar 40-50% pada Kamboja, Laos, dan Timor Leste; dan lebih dari 20% di Indonesia, Filipina, dan Vietnam. Di Kamboja dan Filipina, banyak bayi yang terlahir kekurangan gizi dengan berat badan kurang dari 2500gr. Namun hebatnya, perubahan gaya hidup dan pola makan di negara-negara ini akan mengubah kondisi mereka menuju beragam permasalahan yang berkaitan dengan kelebihan berat badan di masa yang akan datang. Kepulauan Pasifik menderita tingkat obesitas tertinggi di dunia. Filipina dan Indonesia kini menghadapi dilema kelebihan dan kekurangan gizi. Negara partisipan dapat melihat fakta bahwa meningkatnya obesitas yang dialami oleh negara China merupakan akibat dari perubahan pola kebudayaan: “Beberapa orang tua [di China] mengajak anak-anak mereka ke restoran cepat saji negara barat bukan hanya sekedar untuk efisiensi waktu, tetapi juga untuk meningkatkan status sosial,” jelas Dr. Jiang Jingxiong dari Pusat Kesehatan Wanita Nasional China, yang juga merupakan penasihat teknis lokakarya.

Penanggulangan serempak masalah kelebihan dan kekurangan gizi memerlukan kemauan politis yang besar, penekanan pada pendidikan konsumen, pendekatan-pendekatan inovatif, sistem kesehatan masyarakat yang fungsional, serta kemitraan dengan sektor swasta. Untungnya, seperti yang dipaparkan oleh Leslie Elder, Spesialis Gizi Senior di sektor Pembangunan Manusia Pusat (Human Development anchor) kepada grup, “kini sedang berkembang momentum global untuk membangun investasi yang dibutuhkan dalam perbaikan gizi.”

Dokumen kebijakan yang menguraikan konsensus kerangka kerja yang berorientasikan tindakan untuk perbaikan gizi—ditandatangani oleh lebih dari 100 organisasi dan institusi dari berbagai penjuru dunia—diluncurkan pada bulan April pada rapat yang diselenggarai oleh Jepang, USAID, Canada, dan Bank Dunia. Tujuan dari rapat tersebut adalah:

Memungkinkan kelompok negara untuk bertemu dan meninjau situasi yang berkaitan dengan gizi pada negara mereka masing-masing;

Berbagi informasi teknis yang berkaitan dengan gizi dan pendekatan-pendekatan efektif dalam mencegah dan merawat kekurangan gizi;

Berbagi strategi guna mencegah atau memitigasi kelebihan gizi;

Bertukar informasi dan pengalaman dalam implementasi program gizi di kawasan.

“Hubungan jasa sosial dasar dengan orang yang berpengaruh pada tingkat komunitas sangatlah penting dalam mencegah dan mengendalikan beban ganda malnutrisi.” Profesor Kraisid Tontisirin, Penasihat Senior Institut Gizi Thailand menekankan.

Hasil kunci perundingan Bali merupakan rangkaian Rencana Kerja guna bergerak menuju investasi dan penanggulangan peningkatan malnutrisi pada setiap negara partisipan. Satu contoh Rencana Bisnis yang menjanjikan datang dari Indonesia, dimana Indonesia bertekad untuk melancarkan studi awal guna mencegah obesitas melalui sekolah dan proyek komunitas, suatu hal yang sampai kini belum mampu meraih perhatian penuh dari para pembuat kebijakan.

Api
Api

Welcome